PROSES PENGOLAHAN DAN PENGAWETAN MAKANAN SERTA PERMASALAHANNYA
MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Terstruktur Matakuliah Mikrobiologi Umum
Oleh
Yan Abdi Nugroho ( 105100504111003
)
PROGRAM
STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
JURUSAN
TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS
TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS
BRAWIJAYA
MALANG
2011
KATA
PENGANTAR
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas terstruktur
matakuliah mikrobiologi umum, dan untuk menambah wawasan kita dibidang ilmu
kesehatan. Dikesempatan ini saya memilih judul Proses Pengolahan dan Pengawetan
Makanan serta Permasalahannya. Saya memilih judul ini karena sesuai dengan apa
yang dipelajari dalam perkuliahan dan sesuai dengan permasalahan yang ada
disaat sekarang, bahwa kurangnya kesadaran kita tantang pola hidup yang sehat
terutama pola makan yang buruk, itu semua dikarenakan kurangnya pengetahuan
kita tentang bagaimana tubuh kita bekerja dalam proses pencernaan dan juga
kandungan gizi apa saja yang dibutuhkan tubuh guna memenuhi kabutuhan kalori
tiap harinya.
Makalah ini berisikan
penjelasan tentang bagaimana cara pengolahan makanan yang baik dan aman serta
bahan tambahan makanan apa saja yang baik untuk digunakan serta
permasalahan-permasalahannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pengambilan
data, kami menggunakan metode observasi dengan menggali informasi dari berbagai
sumber baik itu berdasarkan tulisan yang dikaji ulang (referensi) maupun
melalui internet.
Dalam penulisan makalah
kali ini, saya dihadapkan pada beberapa kesulitan diantaranya adalah pencarian
sumber informasi dari internet yang kurang efisien sehingga diperlukan untuk
mencari sumber informasi lainnya dari berbagai referensi yang ada.
Dalam pembuatan makalah ini, tidak lepas dari bantuan
beberapa pihak, oleh sebab itu saya mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya,
terutama kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan saya kesempatan dan
waktu untuk bisa menyelesaikan makalah ini, dan juga kepada teman-teman yang
turut membantu dalam memberikan motivasi dan dukungan.
Semoga
dengan penulisan makalah ini memberikan manfaat bagi pembaca sekalian serta
sedikit pengetahuan baru. Saya mengharapkan kritikan dan saran yang membangun
dari pembaca sekalian, agar dikemudian hari tidak terjadi kesalahan yang sama.
Malang, 23 juni 2011
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat
penting dalam kehidupan manusia. Pengolahan dan pengawetan bahan makanan
memiliki interelasi terhadap pemenuhan gizi masyarakat, maka tidak mengherankan
jika semua negara baik negara maju maupun berkembang selalu berusaha untuk
menyediakan suplai pangan yang cukup, aman dan bergizi. Salah satunya dengan
melakukan berbagai cara pengolahan dan pengawetan pangan yang dapat memberikan
perlindungan terhadap bahan pangan yang akan dikonsumsi.
Seiring dengan kemajuan teknologi, manusia terus melakukan
perubahan-perubahan dalam hal pengolahan bahan makanan. Hal ini wajar sebab
dengan semakin berkembangnya teknologi kehidupan manusia semakin hari semakin
sibuk sehinngga tidak mempunyai banyak waktu untuk melakukan pengolahan bahan
makana yang hanya mengandalkan bahan mentah yang kemudian diolah didapur. Dalam
keadaaan demikian, makanan cepat saji (instan) yang telah diolah dipabrik atau
telah diawetkan banyak manfatnya bagi masyarakat itu sendiri. Permasalahan atau
petanyaan yang timbul kemudian adalah apakah proses pengawetan, bahan pengawet
yang ditambahkan atau produk pangan yang dihasilkan aman dikonsumsi manusia?
Banyaknya kasus keracunan makanan yang terjadi dimasyarakat
saat ini mengindikasikan adanya kesalahan yang dilakukan masyarakat ataupun
makaan dalam mengolah dan mengawetkan bahan makanan yang dikonsumsi.
Problematika mendasar pengolahan makanan yang dilakukan masyarakat lebih
disebabkan budaya pengelohan pangan yang kurang berorientasi terhadap nilai
gizi, serta keterbatasan pengetahuan sekaligus desakan ekonomi sehingga masalah
pemenuhan dan pengolahan bahan pangan terabaikan, Industri makanan sebagai
pelaku penyedia produk makanan seringkali melakukan tindakan yang tidak terpuji
dan hanya berorientasi profit oriented dalam menyediakan berbagai produk di
pasar sehinngga hal itu membuka peluang terjadinya penyalahgunaan bahan dalam
pengolahan bahan makanan untuk masyarakat diantaranya seperti kasusu penggunaan
belpagai bahan tambahan makanan yang seharusnya tidak layak dikosumsi.
Kasus yang paling menyeruak dikalangan masyarakat baru-baru
ini ialah penggunaan formalin dan borak dibeberapa produk makanan pokok
masyarakat dengan bebrbagai dalih untuk menambah rasa dan keawetan makana tanpa
memperdulikan efek bahan yang digunankan terhadap kesehatan masyarakat, hal
inilah yang mendorong diperlukannya berbagai regulasi/peraturan dari instansi
terkait Agar dapat melindungi konsumen dari pelbagai masalah keamanan pangan
dan industri pangan diindonesia. Selain Badan Pengawasan Obat dan Makanan
(BPOM) yang bernaung di bawah Departemen Kesehatan, pengawasan dan pengendalian
juga dilakukan oleh Departemen Pertanian, Departemen Perdagangan, dan
Departemen Perindustria rekonstruksi budaya Selain itu diperlukan juga adanya
rekonsruksi budaya guna merubah kebiasaan dan memberikan pemaham kepada
masyarat akan pentingnya gizi bagi keberlangsungan kehidupan
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah teknik pengolahan dan pengawetan bahan
makanan yang ideal bagi masyarakat?
2.
Apa permasalahan gizi yang dihadapi dalam pengolahan
dan pengawetan bahan makanan?
3.
Bagaimana Upaya pengolahan dan pengawetan bahan makanan
dalam mempertahankan tekstur rasa, dan nilai gizi yang terkandung didalamnya?
4.
Bahan tambahan makanan (zat aditif ) apakah yang dapat
dijadikan bahan untuk pengolahan dan pengawetan bahan makanan?
5.
Bagaimana pengaruh penggunaan bahan aditif terhadap
kesehatan masyarakat?
C. Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui bagaiman teknik dan
cara pengolahan dan pengawetan bahan makanan yang ideal sekaligus
implementasinya
2.
Untuk mengetahui berbagai permasalahan yang dihadapi
masyarakat dalam pengolahan dan pengawetan bahan makanan
3.
Untuk mengetahui strategi dan upaya dalam mengatasi
permasalahan gizi dalam pengolahan dan pengawetan makanan.
4.
Untuk mengetahui berbagai bahan tambahan makanan (BTM)
yang aman digunakan dalam pengolahan dan pengawetan makanan.
5.
Untuk mengetahui pengaruh bahan aditif makanan terhadap
kesehatan masyarakat.
D. Manfaat
Hasil Penulisan
Diharapkan
dengan adanya makalah ini dapat memberikan wawasan dan pengetahuan yang luas
kepada kita, agar kita bisa mengetahui bagaimana cara pengolahan makanan yang
baik dan aman, serta mengetahui jenis-jenis bahan tambahan makanan terutama
seperti bahan pengawet yang aman untuk dikonsumsi, agar kita bisa menerapkan
pola makan yang sehat dalam kehidupan sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN
Pangan secara umum bersifat mudah rusak (perishable),
karena kadar air yang terkandung di dalamnya sebagai faktor utama penyebab
kerusakan pangan itu sendiri. Semakin tinggi kadar air suatu pangan, akan
semakin besar kemungkinan kerusakannya baik sebagai akibat aktivitas biologis
internal (metabolisme) maupun masuknya mikroba perusak. Kriteria yang dapat
digunakan untuk menentukan apakah makanan tersebut masih pantas di konsumsi,
secara tepat sulit di laksanakan karena melibatkan faktor-faktor nonteknik,
sosial ekonomi, dan budaya suatu bangsa. Idealnya, makanan tersebut harus:
bebas polusi pada setiap tahap produksi dan penanganan makanan, bebas dari
perubahan-perubahan kimia dan fisik, bebas mikroba dan parasit yang dapat
menyebabkan penyakit atau pembusukan (Winarno,1993).
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 menyatakan bahwa kualitas
pangan yang dikonsumsi harus memenuhi beberapa kriteria, di antaranya adalah
aman, bergizi, bermutu, dan dapat terjangkau oleh daya beli masyarakat.
A. Jenis-Jenis Teknik Pengolahan
Dan Pengawetan Makanan
1.
Pendinginan
Pendiginan adalah penyimpanan bahan pangan di atas suhu
pembekuan bahan yaitu -2 sampai +10 0 C. Cara pengawetan dengan suhu
rendah lainya yaitu pembekuan. Pembekuan adalah penyimpanan bahan pangan dalam
keadaan beku yaitu pada suhu 12 sampai -24 0 C. Pembekuan cepat
(quick freezing) di lakukan pada suhu -24 sampai -40 0 C.
Pendinginan biasanya dapat mengawetkan bahan pangan selama beberapa hari atau
minggu tergantung pada macam bahan panganya, sedangkan pembekuan dapat
mengawetkan bahan pangan untuk beberapa bulan atau kadang beberapa tahun.
Perbedaan lain antara pendinginan dan pembekuan adalah dalam
hal pengaruhnya terhadap keaktifan mikroorganisme di dalam bahan pangan.
Penggunaan suhu rendah dalam pengawetan pangan tidak dapat membunuh bakteri,
sehingga jika bahan pangan beku misalnya di keluarkan dari penyimpanan dan di
biarkan mencair kembali (thawing), pertumbuhan bakteri pembusuk kemudian
berjalan cepat kembali. Pendinginan dan pembekuan masing-masing juga berbeda
pengaruhnya terhadap rasa, tekstur, nilai gizi, dan sifat-sifat lainya.
Beberapa bahan pangan menjadi rusak pada suhu penyimpangan yang terlalu rendah.
2. Pengeringan
Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau
mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air
yang di kandung melalui penggunaan energi panas. Biasanya, kandungan air bahan
tersebut di kurangi sampai batas sehingga mikroorganisme tidak dapat tumbuh
lagi di dalamya. Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dan
volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang
pengangkutan dan pengepakan, berat bahan juga menjadi berkurang sehingga
memudahkan transpor, dengan demikian di harapkan biaya produksi menjadi lebih
murah. Kecuali itu, banyak bahan-bahan yang hanya dapat di pakai apabila telah
di keringkan, misalnya tembakau, kopi, the, dan biji-bijian.
Di samping keuntungan-keuntunganya, pengeringan juga
mempunyai beberapa kerugian yaitu karena sifat asal bahan yang di keringkan
dapat berubah, misalnya bentuknya, misalnya bentuknya, sifat-sifat fisik dan
kimianya, penurunan mutu dan sebagainya. Kerugian yang lainya juga disebabkan
beberapa bahan kering perlu pekerjaan tambahan sebelum di pakai, misalnya harus
di basahkan kembali (rehidratasi) sebelum di gunakan. Agar pengeringan dapat
berlangsung, harus di berikan energi panas pada bahan yang di keringkan, dan di
perlukan aliran udara untuk mengalirkan uap air yang terbentuk keluar dari
daerah pengeringan. Penyedotan uap air ini daoat juga di lakukan secara vakum.
Pengeringan dapat berlangsung dengan baik jika pemanasan terjadi pada setiap
tempat dari bahan tersebut, dan uap air yang di ambil berasal dari semua
permukaan bahan tersebut. Factor-faktor yang mempengaruhi pengeringan terutama
adalah luas permukaan benda, suhu pengeringan, aliran udara, tekanan uap di
udara, dan waktu pengeringan.
3. Pengemasan
Pengemasan merupakan bagian dari suatu pengolahan makanan
yang berfungsi untuk pengawetan makanan, mencegah kerusakan mekanis, perubahan
kadar air. Teknologi pengemasan perkembangan sangat pesat khususnya pengemas
plstik yang dengan drastic mendesak peranan kayu, karton, gelas dan metal
sebagai bahan pembungkus primer.
Berbagai jenis bahan pengepak seperti tetaprak, tetabrik,
tetraking merupakan jenis teknologi baru bagi berbagai jus serta produk cair
yang dapat dikemas dalam keadaan qaseptiis steril. Sterilisasi bahan kemasan
biasanya dilakukan dengan pemberian cairan atau uap hydrogen peroksida dan
sinar UV atau radiasi gama.
Jenis generasi baru bahan makanan pengemas ialah lembaran
plstik berpori yang disebut Sspore 2226, sejenis platik yang memilki lubang –
lubang . Plastik ini sangat penting penngunaanya bila dibandingkan dengan
plastic yang lama yang harus dibuat lubang dahulu. Jenis plastic tersebut dapat
menggeser pengguanaan daun pisang dan kulit ketupat dalam proses pembuatan
ketupat dan sejenisnya.
4. Pengalengan
Namun, karena dalam pengalengan makanan digunakan sterilisasi
komersial (bukan sterilisasi mutlak), mungkin saja masih terdapat spora atau
mikroba lain (terutama yang bersifat tahan terhadap panas) yang dapat merusak
isi apabila kondisinya memungkinkan. Itulah sebabnya makanan dalam kaleng harus
disimpan pada kondisi yang sesuai, segera setelah proses pengalengan selesai.
Pengalengan didefinisikan sebagai suatu cara pengawetan bahan
pangan yang dipak secara hermetis (kedap terhadap udara, air, mikroba, dan
benda asing lainnya) dalam suatu wadah, yang kemudian disterilkan secara
komersial untuk membunuh semua mikroba patogen (penyebab penyakit) dan
pembusuk. Pengalengan secara hermetis memungkinkan makanan dapat terhindar dan
kebusukan, perubahan kadar air, kerusakan akibat oksidasi, atau perubahan cita
rasa.
5. Penggunaan bahan kimia
Bahan pengawet dari bahan kimia berfungsi membantu mempertahankan
bahan makanan dari serangan makroba pembusuk dan memberikan tambahan rasa
sedap, manis, dan pewarna. Contoh beberapa jenis zat kimia : cuka, asam asetat,
fungisida, antioksidan, in-package desiccant, ethylene absorbent, wax
emulsion dan growth regulatory untuk melindungi buah dan sayuran dari
ancaman kerusakan pasca panen untuk memperpanjangkesegaran masam pemasaran.
Nitogen cair sering digunakan untuk pembekuan secara tepat
buah dan sayur sehingga dipertahankan kesegaran dan rasanya yang nyaman.
Suatu jenis regenerasi baru growth substance
sintesis yang disebut morfaktin telah ditemuakan dan diaplikasikan
untuk mencengah kehilangan berat secara fisiologis pada pasca panen, kerusakan
karena kapang, pemecahan klorofil serta hilangnya kerennyahan buah. Scott dkk
(1982) melaporkan bahwa terjadinya browning, kehilangan berat dan
pembusukan buah leci dapat dikurangi bila buah – buahan tersebut direndam dalam
larutan binomial hangat (0,05%, 520C ) selama 2 menit dan segera di
ikuti dengan pemanasan PVC (polivinil klorida ) dengan ketebalan 0,001 mm.
6. Pemanasan
Penggunaan panas dan waktu dalam proses pemanasan bahan
pangan sangat berpengaruh pada bahan pangan. Beberapa jenis bahan pangan
seperti halnya susu dan kapri serta daging, sangat peka terhadap susu tinggi
karena dapat merusak warna maupun rasanya. Sebaliknya, komoditi lain misalnya
jagung dan kedelai dapat menerima panas yang hebat karena tanpa banyak
mengalami perubahan. Pada umumnya semakin tinggi jumlah panas yang di berikan
semakin banyak mikroba yang mati. Pada proses pengalengan, pemanasan di tujukan
untuk membunuh seluruh mikroba yang mungkin dapat menyebabkan pembusukan
makanan dalam kaleng tersebut, selama penanganan dan penyimpanan. Pada proses
pasteurisasi, pemanasan di tujukan untuk memusnahkan sebagian besar mikroba
pembusuk, sedangkan sebagian besar mikroba yang tertinggal dan masih hidup
terus di hambat pertumbuhanya dengan penyimpanan pada suhu rendah atau dengan
cara lain misalnya dengan bahan pengawet. Proses pengawetan dapat di kelompokan
menjadi 3 yaitu: pasteurisasi, pemanasan pada 1000 C dan pemanasan
di atas 1000 C.
7. Teknik fermentasi
Fermentasi bukan hanya berfungsi sebagai pengawet sumber
makanan, tetapi juga berkhasiat bagi kesehatan. Salah satumya fermentasi dengan
menggunakan bakteri laktat pada bahan pangan akan menyebabkan nilai pH pangan
turun di bawah 5.0 sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri fekal yaitu
sejenis bakteri yang jika dikonsumsi akan menyebabkanakan muntah-muntah, diare,
atau muntaber.
Bakteri laktat (lactobacillus) merupakan kelompok mikroba
dengan habitat dan lingkungan hidup sangat luas, baik di perairan (air tawar
ataupun laut), tanah, lumpur, maupun batuan. tercatat delapan jenis bakteri
laktat, antara lain Lacobacillus acidophilus, L fermentum, L brevis,dll
Asam laktat yang dihasilkan bakteri dengan nilai pH
(keasaman) 3,4-4 cukup untuk menghambat sejumlah bakteri perusak dan pembusuk
bahan makanan dan minuman. Namun, selama proses fermentasi sejumlah vitamin
juga di hasilnhkan khususnya B-12. Bakteri laktat juga menghasilkan
lactobacillin (laktobasilin), yaitu sejenis antibiotika serta senyawa lain yang
berkemampuan menontaktifkan reaksi kimia yang dihasilkan oleh bakteri fekal di
dalam tubuh manusia dan bahkan mematikannya , Senyawa lain dari bakteri laktat
adalah NI (not yet identified atau belum diketahui). NI bekerja menghambat
enzim 3-hidroksi 3-metil glutaril reduktase yang akan mengubah NADH menjadi
asam nevalonat dan NAD. Dengan demikian, rangkaian senyawa lain yang akan
membentuk kolesterol dan kanker akan terhambat.
Di beberapa kawasan Indonesia, tanpa disadari makanan hasil
fermentasi laktat telah lama menjadi bagian di dalam menu makanan sehari-hari.
Yang paling terkenal tentu saja adalah asinan sayuran dan buah-buahan. Bahkan
selama pembuatan kecap, tauco, serta terasi, bakteri laktat banyak dilibatkan.
Bekasam atau bekacem dari Sumatera bagian Selatan, yaitu ikan awetan dengan
cara fermentasi bakteri laktat, bukan saja merupakan makanan tradisional yang
digemari, tetapi juga menjadi contoh pengawetan secara biologis yang luas
penggunaannya. (F:\Suara Merdeka Edisi Cetak.mht)
8. Teknik Iradiasi
Iradiasi adalah proses aplikasi radiasi energi pada
suatu sasaran, seperti pangan. Menurut Maha (1985), iradiasi adalah suatu
teknik yang digunakan untuk pemakaian energi radiasi secara sengaja dan
terarah. Sedangkan menurut Winarno et al. (1980), iradiasi
adalah teknik penggunaan energi untuk penyinaran bahan dengan menggunakan
sumber iradiasi buatan.
Jenis iradiasi pangan yang dapat digunakan untuk pengawetan
bahan pangan adalah radiasi elektromagnetik yaitu radiasi yang menghasilkan
foton berenergi tinggi sehingga sanggup menyebabkan terjadinya ionisasi dan
eksitasi pada materi yang dilaluinya. Jenis iradiasi ini dinamakan
radiasi pengion, contoh dan gelombang elektromagnetikb,aradiasi pengion adalah
radiasi partikel Contoh radiasi
pengion yang disebut terakhir ini paling banyakg digunakan (Sofyan, 1984;
Winarno et al., 1980).
Dua jenis radiasi pengion yang umum digunakan untuk
pengawetan makanan adalah : sinar gamma yang dipancarkan oleh radio nuklida 60Co
(kobalt-60) dan 137Cs (caesium-37) dan berkas elektron yang terdiri
dari partikel-pertikel bermuatan listrik. Kedua jenis radiasi pengion ini
memiliki pengaruh yang sama terhadap makanan.
Menurut Hermana (1991), dosis radiasi adalah jumlah energi
radiasi yang diserap ke dalam bahan pangan dan merupakan faktor kritis pada
iradiasi pangan. Seringkali untuk tiap jenis pangan diperlukan dosis
khusus untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Kalau jumlah radiasi yang
digunakan kurang dari dosis yang diperlukan, efek yang diinginkan tidak akan
tercapai. Sebaliknya jika dosis berlebihan, pangan mungkin akan rusak
sehingga tidak dapat diterima konsumen.
Keamanan pangan iradiasi merupakan faktor terpenting yang
harus diselidiki sebelum menganjurkan penggunaan proses iradiasi secara
luas. Hal yang membahayakan bagi konsumen bila molekul tertentu terdapat
dalam jumlah banyak pada bahan pangan, berubah menjadi senyawa yang toksik,
mutagenik, ataupun karsinogenik sebagai akibat dari proses iradiasi.
Tabel 5. Penerapan dosis
dalam berbagai penerapan iradiasi pangan
Hanya digunakan untuk tujuan
khusus. Komisi Codex Alimentarius Gabungan FAO/WHO belum menyetujui
penggunaan dosis ini.
Hasil penelitian mengenai efek kimia iradiasi pada berbagai
macam bahan pangan hasil iradiasi (1 – 5 kGy) belum pernah ditemukan adanya
senyawa yang toksik. Pengawetan makanan dengan menggunakan iradiasi sudah
terjamin keamanannya jika tidak melebihi dosis yang sudah ditetapkan,
sebagaimana yang telah direkomendasikan oleh FAO-WHO-IAEA pada bulan november
1980. Rekomendasi tersebut menyatakan bahwa semua bahan yang diiradiasi
tidak melebihi dosis 10 kGy aman untuk dikonsumsi manusia.
Untuk memastikan terdapatnya tingkat keamanan yang
diperlukan, pemerintah perlu mengundangkan peraturan, baik mengenai pangan yang
diiradiasi maupun sarana iradiasi. Peraturan tentang iradiasi pangan yang
sampai sekarang digunakan antara lain adalah Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
826 Tahun 1987 dan No. 152 Tahun 1995. Peraturan tersebut selanjutnya
digunakan sebagai bahan acuan dalam penyusunan Undang-undang Pangan No. 7 Tahun
1996.
B. Permasalahan Gizi Dalam
Pengolahan Dan Pengawetan Makanan
Pada pengolahan bahan pangan zat gizi yang terkandung dalam
bahan pangan dapat mengalami kerusakan bila di olah, karena zat itu peka
terhadap PH pelarut, oksigen, cahaya dan panas atau kombinasinya. Unsu-unsur
minor terutama tembaga, besi, dan enzim dapat mengkatalisis pengaruh tersebut.
Bahan makanan mempunyai peranan yang penting sebagai pembawa atau media zat
gizi yang di dalamya banyak mengandung zat-zat yang di butuhkan oleh tubuh
seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan lain-lain. Di dalam
masyarakat ada beberapa macam cara pengolahan dan pengawetan makanan yang di
lakukan kesemuanya untuk meningkatkan mutu makanan yang di maksut dengan tudak
mengurangi nilai gizi yang di kandungnya. Pada dasarnya bahan makanan diolah
dengan tiga macam alasan:
1.
Menyiapkan bahan makanan untuk dihidangkan
2.
Membuat produk yang di kehendaki termasuk di dalamya
nutrifikasi bahan makanan, (contoh: roti)
3.
Mengawetkan, mengemas dan menyimpan (contoh:
pengalengan)
Pengolahan
makanan di lakukan dengan maksud mengawetkan, lebih intensif dari pada memasak
biasa kecuali bahan makanan harus di masak, juga misalnya pada canning, makanan
itu harus di sterilkan dari jasad renik pembusuk. Untuk beberapa jenis makanan,
waktu yang di perlukan untuk proses itu cukup lama, sehingga dapat di pahami
mengapa kadar zat makanan dapat menurun, akan tetapi dengan penambahan zat
makanan (nutrien) dalam bentuk murni sebagai pengganti yang hilang maka hal
seperti di atas dapat di atasi.
1.
Pengolahan bahan makanan untuk menyiapkan bahan makanan siap hidang
a.
Bahan makanan yang di olah sebelum di masak.
Bahan makanan segar dapat langsung di masak dan kemudian di
hidangkan, akan tetapi ada pula bahan makanan yang harus melalui beberapa cara pengolahan
tertentu sebelum dapat di masak, misalnya beras. Untuk memperoleh beras dari
padi, padi itu harus di giling atau di tumbuk terlebih dahulu. Setelah di
giling, beras ini memiliki beberapa proses pengolahan lainya seperti di simpan,
di angkut, di cuci dan sebagainya. Pada proses pengilingan yang di lakukan
dengan cara yang kurang hati-hati dapat terjadi hasil dengan kualitas rendah,
karena butir beras menjadi kecil (beras menir) sehingga terbuang pada proses
pemisahan dengan butir yang tidak pecah. Cara menggiling yang terlalu intensif,
sehingga menghasilkan beras yang putih bersih (polished rice) sangat
merugikan karena bagian-bagian yang mengandung zat makanan dalam konsentrasi
tinggi (lembaga dan kulit ari) turut terbuang. Sebaliknya beras seperti itu
tahan lama, sehingga masih di gemari pula.
Presentase beras pecah waktu penggilingan cukup tinggi
berkisar antara 8%, ke atas. Hanyalah pecahan butur-butir kecil, yang ikut
terbuang bersama dedak, atau di pisahkan dengan saringan dari beras yang di jual
kepada para kelas pekerja. Sebagian besar dari butir-butir yang pecah di saring
dari derajat kualitas beras yang di jual para pedagang sebagai beras kualitas
tinggi. Bila pembuangan dengan di pertahankan di bawah 8%, hanya butir-butir
pecahan kecil saja yang di buang, maka hasil dari asal seharusnya 65% berupa
beras giling ringan yang mengandung thiamin 2 ug per gram. Berbeda halnya
dengan beras yang di peroleh melalui proses penggilingan, pada proses beras
yang hanya di peroleh dari hasil penumbukan hasilnya beras tumbuk tersebut
tidak tahan lama, tetapi dengan cara menumbuk berbagai zat makanan yang
terdapat dalam lembaga dan kulit ari sebagian besar dapat di pertahankan,
sebagai jalan tengah beras dapat di giling dengan cara setengah giling (half
milled rice).
b.
Bahan makanan pada waktu di masak
Di sini hanya akan di bahas secara umum, dengan mengambil
beberapa contoh, mengingat banyak jenis bahan makanan, dan juga banyak cara di
lakukan untuk memasak makanan itu. Sebagai contoh akan kita ambil pengaruh
memasak terhadap beras, sayuran, dan daging, tiga golongan bahan makanan yang
paling penting dan dikenal di Indonesia.
1.
Memasak nasi
Untuk memudahkan pengangkutan dan penyimpanan maka beras di
masukan dalam karung. Karung ini tidak selalu bersih, banyak di pakai
sekali-sekali. Kemudian penjual eceran menjualnya di toko atau di pasar dalam
keadaan terbuka tanpa mengindahkan kemungkinan pengotoran oleh debu dan
lain-lain. Justru karena itulah beras sering kali kotor mangandung debu,
batu-batu kecil dan mungkin masih mengandung gabah serta di hinggapi serangga.
2.
Memasak sayuran
Di beberapa daerah di Indonesia sayuran di makan dalam
keadaan mentah sebagai lalap. Kebiasaan makan seperti ini baik sekali, karena
memberikan pada menu sehari-hari sejumlah besar vitamin dan mineral. Tetapi ada
biji-bijian yang sebaiknya tidak di makan mentah karena mengandung zat yang
merugikan badan.
Sayuran yang sudah di masak berkurang kadar zat makananya,
karena pengaruh berbagai faktor selama memasak. Jumlah vitamin dan mineral yang
dipertahankan tergantung pada sifat yang di miliki oleh zat-zat makanan itu
sendiri serta cara memasakyang di lakukan. Sebagian besar vitamin yang sudah
rusak ialah yang tergolong vitamin yang mudah rusak oleh panas, yang larut
dalam air dan yang mudah di oksidasikan sehingga berubah sifat. Dalam golongan
ini yang paling banyak menderita kerusakan ialah vitamin C. jumlah mineral yang
dapat berkurang karena larut dalam air pemasak terutama karena terdapat
asam-asam organik yang mempermudah pelarutan mineral itu.
Dengan
singkat, faktor-faktor yang dapat merendahkan kadar nutrien di dalam sayuran
yang di masak ialah :
1.
bila jumlah air perebus yang di pakai terlalu banyak
2.
bila air perebus ini kemudian bila di buang setelah di
pakai, dan tidak terus di pergunakan sebagai bagian dari masakan
3.
bila sayuran akan di rebus itu di potong-potong dalam
ukuran yang kecil-kecil, dan di biarkan lama sebelum di masak
4.
bila air perebus tidak di biarkan mendidih dahulu
sebelum sayuran di masukan ke dalamnya
5.
bila pada waktu merebus, panci di biarkan terbuka
6.
bila di pergunakan panci atau lainya yang terbuat dari
logam yang dapat mengkatalisa proses oksidasi terhadap vitamin, misalnya
alat-alat yang terbuat dari besi, tembaga dan lain-lain.
Sangat menarik hal sayuran yang dimasak dalam sedikit lemak
(di tumis misalnya), karena lemak ini dapat meninggikan suhu memasak, sehingga
suhu yang diperlukan untuk memasak menjadi lebih pendek. Berbagai vitaminyang
mudah rusak oleh suhu memasak, biasanya tidak larut dalam lemak dan lemak
mungkin dapat melindungi berbagai vitamin yang mudah di oksidasikan oleh zat
asam.
3.
Memasak daging
Daging dapat di masak dengan mengoreng, merebus atau dengan
di panggang. Pada umumnya memasak daging tidak akan menurunkan penurunan nilai
gizi, bahkan dengan memasaknya, daya cerna (digestibility) daging jauh
lebih baik di bandingkan dengan yang mentah. Ini di sebabakan oleh berbagai
proses yang di akibatkan oleh suhu terhadap protein (denaturation and
coagulation).
Suhu memasak dapat menyebabkan terbentuknya zat-zat dengan
aroma yang menarik selera, misalnya bau yang di timbulkan oleh kaldu (boullion),
daging panggang dan sebagainya. Mungkin dengan mamanggang daging dapat terjadi
penurunan kadar zat-zat makanan karena waktu lemak mencair, mungkin terbawa
zat-zat makanan yang larut terbakar di dalam arang dan terjadi ikatan-ikatan
organic yang merugikan tubuh.
2.
Pengolahan bahan makana untuk dijual ke pasar.
Di Indonesia dikenal banyak sekali makanan ynga telah di olah
dengan berbagai cara dengan tujuan memberikan variasi dalam menu sehari – hari.
Beberapa dari makanan seperti itu memilki nilai gizi yasng tinggi. Untuk
menaqrik perhatian pembeli sering makanan atau minuman yang dijual di beri
warna. Produsen makanan rakyat sering menggunakan zat warna yang tidak
dipruntukan makanan, karena harganya lebih murah. Yang sering dipergunakan
dalah zat warna tekstil.
Tempe
Tempe terbuat dari kacang kedelai yang memilki kadar protein
tnggi. Seperti diketahui sumber – sumber protein nabati dengan kadar protein
yang tinggi, belum tentu tinggi pula nilai hayatinya. Ini disebabkan oleh
lapisan selulosa di dalam jaringan bahan makanan yang berasal dari tumbuhan
yang sukar dicerna. Disamping itu pada berbagai kacang terdapat berbagai jenis
enzim yang mempunyai fungsi bertentangan dengan enzim – enzim percernaan di
dalam tubuh kita (trypsine inhibitor).
Pada pembuatan tempe, jamur yang menumbuhi dapat mencerna
sebagian besr selulosa menjadi bentuk yang lebih muda untuk dicerna oleh tubuh
manusia. Juga pada proses pembuatan tempe, trypsine inhibitor tadi
menjadi tidak aktif lagi, sehingga nilai biologi tempe menjadi lebih baik jika
dibandikan dengan kacang kedelai biasa.
Tape
singkong
Pada pembuatan tape singkong pada dasarnya ialah proses
fermentasi. Hal yang menarik di sini bahwa hidrosianida (HCN) yang mulanya
mungkin terdapat dalam sinkong itu akan hilang atau a kan tersisa sedikit
sekali setelah diubah menjadi tape. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa
keracunan singkong telah membawa banyak korban pada orang – orang yang tidak
mengetahui terdapatnya racun ini pada jenis singkong yang tertentu.
Tahu
Makanan ini terbuat dari kacang kedelai dan merupakan makanan
yang relative mahal karena tersusun dari dispersed protein yang berasal dari
kacang kedelai itu. Pada proses pembuatannya protein kedelai telah di masak
dalam waktu yang cukup lama serta di saring, sehingga hasilnya akan mempunyai
daya cerna (digestibility) yang tinggi.
Pindang
Makanan ini di buat dengan cara fermentasi juga. Pada pindang
yang baik kualitasnya, tulang-tulang ikan pun dapat menjadi sedemikian empuk,
sehingga dapat di makan.
Kecap
Kecap di buat dari kacang kedelai yang proteinya sebagian
besar telah di hidrolisa (oleh jamur) mendapat campuran asam amino yang mudah
di serap.
Ada
6 dasar prinsip pengolahan bahan makanan untuk pengawetan. Keenam prinsip ini
adalah:
1.
Pengurangan air – pengeringan, dehidrasi, dan
pengentalan
2.
Perlakuan panas – blanching, pasteurisasi, dan
sterilisasi
3.
Perlakuan suhu rendah – pendinginan dan pembekuan
4.
Pengendalian makanan – fermentasi dan aditif asam
5.
Berbagai macam zat kimia aditif
6.
Iradiasi
Prinsip pengawetan bahan makanan didasarkan atas bagaimana
caranya memanipulasikan faktor – faktor linkungan bahan makanan yang dimaksud.
Sebagai contoh mikroba membutuhkan suhu optic untuk pertumbuhannya. Suhu yang
lebih tinggi merusak pertumbuhan sedangkan suhu yanag lebih rendah sanagat
menghambat metabolisme.
Metabolisme mikroba memerlukan banyak air vbebes penghilangan
air secara biologis aktif dengan perlakuan pengeringan atau dehidrasi
menghentikan pertumbuhan mokroba. Perlakuan ini juga menurunkan akti fitas
enzim dan reaksi – reaksi kimia.
Proses ketengikan lipid akan menurun apabila air sruktural
yang melindungi dibiarkan tetap seperti semula. Pengaruh penuapan air terhadap
perubahan zat gizi dalam prose p[engeringan relative kecil kalau suhu
pengeringannya sedang dan bahan makanan dikemas cukup baik. Pengeringan beku
yaitu pengringan sublimasi dalam ruangan vakum pada suhu rendah mnemberikan
keuntungan lebih daripada pengeringan suhu tinggi ditinjau dari sudut
pengawetan gizi.
Pengaruh utama perlakuan panas adalah denaturasi protein
seperti innaktif mikroba dan enzim – enzim yang lain. Pasteurisasi membebaskan
bahan makan terhadap pathogen dan sebagian besar sel vegetatif mikroba
sedangkan sterilisasi dapat didefinisikan sebagai proses memnetikan bsemua
mikroba yang hidup. Sterilisasi dengan panas merupakn proses pengawetan makanan
yang paling efektif namun mempunyai pengaruh yang merugikan terhadap zat gizi
yang labil, terutuma vitamin – vitamin dan menurunnya nilai gizi protein
terutama pada reaksi mallard.
Pengawetan suhu rendah terutama pengawetan dengan suhu beku
ditinjau dari banyak segi merupakan cara pengawtan bahan makanan yang aling
tidak merugikan. Suhu rendah menghamabat pertumbuhana dan memperlambat laju
reaksi kimia dan enzim. Aktifitas enzim dalam danging dapat dikatakan berhenti
dalam penyimpanan suhu beku sedangkan untuk penyimpanan bahan makanan sala
sebelum pembekuana perlu dikukus terlebih dashulu untuk mencegah perubahan
kwalitas yang tidak didinginkan. Susut kandungan vitamin minimal bila
dibandingkan dengan cara pengawetan lain. Penyebab utama kerusakan kualitas
secara keseluruhan terjadi terutama karena kondisi yang kurang menguntungkan
pada proses pembekuan,pengeringan dan pelelehan kristal es (thawing).
Kerusakan bahan makanan yang derajat keasamannya rendah
secara relative berjalan cepat. Pertumbuhan organisme penyebab kerusakan bahan
makanan sangata terhambat dalam lingkungan yang keasamannaya tinggi. Salah satu
cara pengawetan bahan makanan adalah menurunkan Ph bahan makanan tersebut
dengan cara fermentasi anaerob senyawa karbohidrat menjadi asam laktat.
Keasaman beberapa beberapa bahan makanan dapat dinaikkan dengan penambahan asam
seperti cuka atau sama sitrat oleh prose fermentasi kecil. Dalam kandungan zat
gizi makanan dapat ditingkatkan terutama melalui sinesis vitamin dan protein
oleh mikroba.
Zat aditif berupa zat kimia mempunyai daya pengawet terhadap
bahan makanan karena menyediakan lingkungan yang menghambat pertumbuhan mikroba
reaksi kimia enzimatis dan kimia. Pengolahan demikian termasuk pola penggunaan
agensia kiuring dan pengasapan produk daging, pengawetan kadar gula tinggi
untuk sayuran dan buah-buahan serta perlakuan dengan berbagai macam zat kimia
aditif. Pengaruh cara initerhadap zat gizi bervariasi namun pada umumnya kecil.
C. Upaya mengatasi permasalahan gizi
dalam pengolahan dan pengawetan makanan
Dalam
pengolahan dan pengawetan makanan untuk mencegah hilangnya atau berkurangnya
kandungan gizi dan berubahnya tekstur, rasa, warna, dan bau di lakukan hal-hal
sebagai berikut:
- Mengunakan teknik pengolahan
dan pengawetan yang berorientasi gizi.
a.
Memasak nasi
1.
Kehilangan thiamin pada nasi dapat di lakukan dengan cara yaitu sebelum di
masak hendaknya pencucian yang di lakukan jangan di ulang-ulang cukup 2 kali
saja dan cara masaknya dengan meliwet.
b.
Memasak sayuran
1.
Sebelum
di masak sayuran jangan di potong kecil-kecil sebab ruas permukaan yang
meningkat akan menyebabkan nilai gizi yang hilang juga banyak.
2. Gunakan air secukupnya
3. Biarkan air yang akan di gunakan
untuk merebus mendidih terlebih dahulu sebelum sayuran di masukan.
4. Panci yang di gunakan untuk memasak
harus di tutup.
5. Jangan mengunakan panci atau alat
lainya yang terbuat dari logam yang dapat mengkatalisa proses oksidasi terhadap
vitamin.
6. Gunakan air rebusan sebagai kuah.
7. Pengawetan sayuran dengan cara
pendinginan harus memperhatikan suhu optimum sayuran yang di maksud agar tidak
terjadi pembusukan karena aktifitas mikroorganisme dan lain-lain.
Contoh:
Kol pada suhu 00 C, buncis 7,5-100 C, tepung 7-100C,
Wortel 0,1,50 C.
c. Ikan atau daging
1. pink spoilage dapat di cegah dengan
mengunakan larutan sodium hypochlorite atau bahan lain yang serupa, dengan
dosis tidak lebih dari 500 ppm.
2. Case hardening dapat di cegah dengan cara membuat
suhu pengeringan tidak terlalu tinggi, atau proses pengeringan awal tidak
terlalu cepat.
3. freezer burn dapat di cegah dengan
cara membungkus daging yang di maksud.
d.
Buah
Pada
pendinginan buah maka untuk mencegah kehilangan air atau memberi kilap maka
kulit buah di lapisi dengan malam atau parafin.
e.
Susu
Pada
susu pasteurisasi yang di lakukan mengunakan suhu <600 C sedangkan untuk
pembuatan es krim menggunakan suhu 71,10 C selama 30 menit atau 82,2 0
C selama 16-20 detik.
Ø
Suplementasi
bahan gizi
Pada dasarnya kehilangan bahan gizi seperti lemak asam
amino, vitamin, dan mineral pada proses pengolahan sudah bisa di tekan
seminimal mungkin jika menggunakan teknik pengolahan yang berorientasi gizi.
Kebutuhan tubuh akan bahan gizi yang tidak dapat di penuhi dari bahan yang kita
konsumsi dapat di tambah dengan mengkonsumsi bahan lain yang mengandung zat
yang kita butuhkan. Salah satu cara yaitu dengan mengonsumsi makanan yang masih
segar, sayuran dan lain-lain. Dengan mengkonsumsi buah-buahan segar dan sayuran
secara langsung maka kebutuha zat gizi yang kita butuhkan dapat teratasi karena
dala buah-buahan dan sayuran segar tersebut sudah terdapat zat gizi seperti
lemak, protein, vitamin, dan mineral.
D.
Bahan tambahan makanan (zat aditif ) yang dapat dijadikan bahan untuk
pengolahan dan pengawetan bahan makanan.
Bahan tambahan makanan (BTM) didefinisikan sebagai bahan
yang tidak lazin dikonsumsi sebagai makanan, dan biasanya bukan merupakan
komposisi khas makanan, dapat bernilai gizi ataupun tidak, ditambahkan ke dalam
makanan dengan sengaja untuk membantu teknik pengolahan makanan baik dalam
proses pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan,
pengangkutan, dan penyimpanan produk makanan olahan, agar menghasilkan suatu
makanan yang lebih baik atau secara nyata mempengaruhi sifat khas makanan
tersebut.
Meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap makanan yang
praktis dan awet menunjang berkembangnya penggunaan BTM yang secara bermakna
berperan besar dalam rantai produksi dan pengolahan sejak abad ke-19. Seiring
dengan banyaknya laporan kasus keracunan makanan, Timbul berbagai diskusi dan
keprihatinan yang mendalam mengenai keamanan penggunaan BTM, termasuk bagaimana
langkah-langkah pengendalian yang tepat diperlukan.
Jenis BTM sangat beragam sesuai dengan fungsi dan tujuan
penggunaannya, yaitu sebagai antioksidan, mencegah penggumpalan, mengatur
keasamam makanan, pemanis buatan, pemutih dan pematang tepung, pengemulsi,
pengental, pengawet, pewarna, pengeras, penyedap rasa, penguat rasa, sekuestran,
enzim dan penambah gizi, serta fungsi lainnya seperti pelembab, antibusa,
pelarut, karbonasi, penyalut, dan pengisi.
WHO
mensyaratkan zat tambahan itu seharusnya memenuhi kriteria sebagai berikut :
(1).
Aman digunakan,
(2).
Jumlahnya sekedar memnuhi kriteri pengaruh yang diharapkan,
(3).
Sangkil secara teknologi,
(4).
Tidak boleh digunakan utnuk menipu pemakai dan jumlah yang dipakai haruslah
minimal.
Bahan baku BTM dari bahan sintetik mempunyai kelebihan yaitu
lebih pekat, lebih stabil, dan lebih murah. Namun demikian ada kelemahannya
yaitu sering terjadi ketidaksempurnaan proses sehingga mengandung zat-zat yang
berbahaya bagi kesehatan, dan kadang-kadang bersifat karsinogenik, baik pada
hewan maupun manusia.
Agar dapat dengan baik melindungi konsumen dari berbagai
masalah keamanan pangan dan industri pangan di Indonesia, berbagai peraturan
dikeluarkan oleh instansi terkait. Selain Badan Pengawasan Obat dan Makanan
(BPOM) yang bernaung di bawah Departemen Kesehatan, pengawasan dan pengendalian
juga dilakukan oleh Departemen Pertanian, Departemen Perdagangan, dan
Departemen Perindustrian.
Suatu jenis BTM menjadi berbahaya bagi kesehatan tidak hanya
karena secara obyektif memang merusak kesehatan/tubuh dan karenanya telah
dilarang oleh peraturan, juga karena penggunaan BTM yang tidak dilarang tetapi
dengan ukuran yang berlebihan dan sering dikonsumsi.
Jenis BTM yang boleh digunakan sepanjang masih sesuai dengan
ukuran yang telah ditentukan. Sedangkan bahan tambahan yang dilarang digunakan
pada makanan berdasarkan Peraturan Menkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 dan
perubahannya No.
1168/Menkes/Per/X/1999 adalah Asam Borat (Boric Acid) dan senyawanya, Asam Salisilat dan garamnya (Salicylic Acid and its salt), Dietilpirokarbonat (Diethylpirocarbonate DEPC), Dulsin (Dulcin), Kalsium Klorat (Potassium Chlorate), Kloramfenikol (Chloramfenikol), Minyak Nabati yang dibrominasi (Brominate vegetable oils), Nitrofurazon (Nitrofurazone), Formalin (Formaldehyde), dan Kalium Bromat (Potassium Bromate).( F:\Republika Online – http–www_republika_co_id.mht)
1168/Menkes/Per/X/1999 adalah Asam Borat (Boric Acid) dan senyawanya, Asam Salisilat dan garamnya (Salicylic Acid and its salt), Dietilpirokarbonat (Diethylpirocarbonate DEPC), Dulsin (Dulcin), Kalsium Klorat (Potassium Chlorate), Kloramfenikol (Chloramfenikol), Minyak Nabati yang dibrominasi (Brominate vegetable oils), Nitrofurazon (Nitrofurazone), Formalin (Formaldehyde), dan Kalium Bromat (Potassium Bromate).( F:\Republika Online – http–www_republika_co_id.mht)
1.
Pewarna buatan
Dalam
proses pengolahan bahan pangan kadang kala terdapat kecenderungan
penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk sembarang bahan pangan, misalnya zat
pewarna untuk tekstil dan kulit di pakai untuk mewarnai bahan makanan. Karena
adanya residu logam berat pada zat pewarna tersebut Zat pewarna yang berbahaya
dan dilarang digunakan sebagai BTM, obat-obatan dan kosmetika telah diatur
menurut ketentuan Peraturan Menkes RI Permenkes RI No. 239/Men.Kes/Per/V/85,
yaitu;
Serta ada beberapa
pewarna lainnya seperti:Auramine, Alkanet, Butter Yellow, Black 7984, Burn
Umber, Chrysoidine, Chrysoine S, Citrus Red No. 2, Chocolate Brown FB, Fast Red
E, Fast Yellow AB, Guinea Green B, Indanthrene Blue RS, Magenta, Metanil
Yellow, Oil Orange SS, Oil Orange XO, Oil Yellow AB, Oil Yellow OB, Orange G,
Orange GGN, Orange RN, Orchil and Orcein, Poncheau 3R, Poncheau SX, Poncheau
6R, Rhodamine B,SudanI, Scarlet GN, dan Violet 6 B.
2. Pengawet buatan
Bahan tambahan Pangan Pengawet boleh digunakan oleh
perusahaan-perusahaan yang memproduksi pangan yang mudah rusak. Pencantuman
label pada produk pangan sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.69 tahun 1999
tentang Label dan Iklan Pangan. Label pangan adalah setiap keterangan
mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk
lain yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau
merupakan bagian kemasan pangan.
Label
:
§
Nama
produk
§
Berat
bersih atau isi bersih
§
Nama
dan alamat pabrik yang memproduksi atau memasukkan pangan ke wilayah Indonesia.
Pengawet
yang diijinkan digunakan untuk pangan tercantum dalam Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor : 722/Menkes/Per/IX/88 Tentang Bahan Tambahan Makanan,
mencakup:
3.
Pemanis buatan
Pemanis yang termasuk BTM adalah pemanis pengganti gula
(sukrosa).Pemanis, baik yang alami maupun yang sintetis, merupakan senyawa yang
memberikan persepsi rasa manis tetapi tidak (atau hanya sedikit) mempunyai
nilaigizi (non-nutritive sweeteners).
Mekanisme Kerja Suatu senyawa untuk dapat digunakan
sebagai pemanis,kecuali berasa manis, harus memenuhi beberapa kriteria
tertentu, seperti:
(1) larut dan stabil
dalam kisaran pH yang luas
(2) stabil pada
kisaran suhu yang luas
(3) mempunyai rasa
manis dan tidak mempunyai side atau after-taste
(4) murah,
setidak-tidaknya tidak melebihi harga gula.
Senyawa
yang mempunyai rasa manis strukturnya sangat beragam. Meskipun demikian,
senyawa-senyawa tersebut mempunyai feature yang mirip, yaitu memiliki sistem
donor/akseptor proton (sistem AHs/Bs) yang cocok dengan sistem reseptor (AHrBr)
pada indera perasa manusia.
Beberapa
pemanis buatan yang direkomendasikan oleh Depkes RI
4.
Citarasa buatan (Penyedap rasa dan aroma)
Cita rasa bahan pangan terdiri dari tiga komponen bau, rasa,
dan rangsangan mulut. Untuk membangkitkan tiga komponen ini maka dalam lahan
pangan biasanya dalam proses pengolahan di tambahka cita rasa tiruan
(sintetik), misalnya amil asetat menyerupai aroma pisang, vanillin memberikan
aroma serupa dengan aksetat vanili, dan amil kaproat mempunyai aroma apel dan
nanas. Sedangkan untuk membangkitkan cita rasa yang umum di gunakan adalah asam
amino L atau garamnya, misalnya monosodium glutamate (MSG) dan jenis nukleotida
seperti IMP dan GMP.
Beberapa cita rasa buatan yang
direkomendasikan Sdepkes RI diantaranya tertera dalam tabel dibawah ini:
5.
Penstabil
Proses pengolahan, pemanasan atau pembekuan dapat melunakan
jaringan sel tanaman sehingga produk yang di peroleh mempunyai tekstur yang
lunak. Untuk memperoleh tekstur yang keras, dapat di tambahkan garam (0,1-0,25%
sebagai ion Ca). ion kalsium akan berkaitan dengan pectin membentuk Ca-pektinat
atau Ca-pektat yang tidak larut. Pada umumnya untuk maksud tersebut di gunaka
garam-garam Ca seperti CaCl2 Ca-sitrat,CaSO4, Calaktat,
dan Ca-monofosfoat. Hnya sayangnya garam-garam kalsium ini kelarutanya rendah
dan rasanya pahit.
E.
Pengaruh beberapa bahan pengawet
terhadap kesehatan
Sehubungan dengan
teka-teki yang muncul menyangkut keamanan penggunaan bahan pengawet dalam
produk pangan, maka berikut disajikan kajian keamanan beberapa pengawet yang
banyak digunakan oleh industri pangan.
Mencermati
kemungkinan gangguan kesehatan seperti yang tercantum dalam Tabel diatas, maka
FDA mensyaratkan kepada produsen pangan untuk membuktikan bahwa pengawet yang
digunakan aman bagi konsumen dengan mempertimbangkan:
- Kemungkinan jumlah paparan
bahan pengawet pada konsumen sebagai akibat mengkonsumsi produk pangan
yang bersangkutan.
- Pengaruh komulatif bahan
pengawet dalam diet.
- Potensi toksisitas (termasuk
penyebab kanker) bahan pengawet ketika tertelan oleh manusia atau
binatang.
Problematika
yang sering terjadi dalam penggunaan bahan pengawet
- Penggunaan Tidak sesuai dalam
ketentuan Depkes
- Kadar akumulatif tidak pernah
dikonfirmasikan dengan DAILY INTAKE
- Penggunaan bahan ilegal (Borak
dan formalin)
Namun
demikian perlu diperhatikan hal-hal penting dalam menggunakan bahan tambahan
pangan pengawet adalah :
- Pilih
pengawet yang benar/yang diijinkan untuk dalam pangan serta telah
terdaftar di Badan POM RI.
- Bacalah
takaran penggunaannya pada penandaan/label.
- Gunakan
dengan takaran yang benar sesuai petunjuk pada label.
- Membaca
dengan cermat label produk pangan yang dipilih/dibeli serta mengkonsumsinya
secara cerdas produk pangan yang
menggunakan bahan pengawet. Contoh BTP Pengawet lengkap
dengan penandaan dan takaran penggunaannya.
Problematika
Penggunaan BTM ilegal dimasyarakat
Salah
satu yang membuat geger massyarakat Baru-baru ini adalah penemuan kandungan
formalin dan Borak pada sejumlah produk makanan, dan sebagian besar pada jenis
mi, tahu, bakso dan juga ikan asin, yang selama ini banyak dikonsumsi
masyarakat luas. Formalin adalah zat kimia yang mengandung unsur karbon,
hidrogen, dan oksigen, dan mempunyai nama lain formaldehid. Secara fisik
terdapat dalam bentuk larutan tidak berwarna dengan kadar antara 37-40%.
Formalin biasanya mengandung alkohol/metanol 10-15% yang berfungsi sebagai
stabilisator untuk mencegah polimerisasi formaldehid menjadi paraformaldehid
yang bersifat sangat beracun. Karakteristik dari zat ini adalah mudah larut
dalam air, mudah menguap, mempunyai bau yang tajam dan iritatif walaupun ambang
penguapannya hanya 1 ‰, mudah terbakar bila kontak dengan udara panas atau api,
atau bila kontak dengan zat kimia tertentu. Di pasaran tersedia dalam bentuk
sudah diencerkan maupun dalam bentuk padat.
Pemakaian
formalin
Formalin
bersifat desinfektan, kuat terhadap bakteri pembusuk dan jamur. Oleh karena itu
gas formalin dipakai oleh pedagang bahan tekstil supaya tidak rusak oleh jamur
atau ngengat. Selain itu formalin juga dapat mengeraskan jaringan sehingga
dipakai sebagai pengawet mayat dan digunakan pada proses pemeriksaan bahan
biologi maupun patologi.
Dampak
formalin terhadap kesehatan
Formalin
terbukti bersifat karsinogen atau menyebabkan kanker pada hewan percobaan, yang
menyerang jaringan permukaan rongga hidung. Bila dilihat dari respon tubuh
manusia terhadap formalin, efek yang sama juga dapat terjadi
Regulasi
terkait formalin
Formalin
yang bersifat racun tersebut tidak termasuk dalam daftar bahan makanan tambahan
(BTM) yang dikeluarkan oleh badan internasional maupun oleh Departemen
Kesehatan. Menurut UU No. 7 tahun 1996 tentang Pangan, UU No. 8 tahun 1999
tentang perlindungan konsumen, distorsi penggunaan formalin secara sengaja
dalam produk makanan dapat diancam pidana penjara maksimal lima tahun atau
denda maksimal Rp. 600 juta. Demikian juga Peraturan Menteri Kesehatan No.
1168/Menkes/PER/X/1999 melarang penggunaan formalin dalam makanan.
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pangan secara umum bersifat mudah rusak (perishable),
karena kadar air yang terkandung di dalamnya sebagai faktor utama penyebab
kerusakan pangan itu sendiri. Semakin tinggi kadar air suatu pangan, akan
semakin besar kemungkinan kerusakannya baik sebagai akibat aktivitas biologis
internal (metabolisme) maupun masuknya mikroba perusak.
Untuk mengawetkan makanan dapat dilakukan dengan beberapa
teknik baik yang menggunakan teknologi tinggi maupun teknologi sederhana.
Caranya pun beragam dengan berbagai tingkat kesulitan. Namun inti dari
pengawetan makanan adalah suatu upaya untuk menahahn laju pertumbuham
mikroorganisme pada makanan.
jenis-jenis
teknik pengolahan dan pengawetan makanan itu ada 5 :
- pendinginan
- pengeringan
- pengalengan
- pengemasan
- penggunaan bahan kimia
- pemanasan
- Bahan makanan mempunyai peranan
yang penting sebagai pembawa atau media zat gizi yang di dalamya banyak
mengandung zat-zat yang di butuhkan oleh tubuh seperti karbohidrat,
protein, lemak, vitamin, mineral, dan lain-lain
- Penggunaan zat aditif
(tambahan) dalam makanan dan minuman sangat berbahaya bagi kesehatan
masyaratkan, terutama zat tambahan bahan kimia sintetis yang toksik dan
berakumulasi dalam tubuh untuk jangka waktu yang relatif lama bagi yang
menggunakannya.
1. Keracunan makanan bisa disebabkan
oleh karena kelalaian dan ketidaktahuan masyarakat dalam pengolahannya ,
seperti keracunan singkong.
2. Keracunan makanan bisa juga
disebabkan oleh kondisi lingkungan yang memungkinkan mikroba untuk berkembang
biak lebih cepat, seperti karena faktor fisik, kimia dan biologi
B.
SARAN
Bagi produsen makanan hendaknya jangan hanya ingin mendapat
keuntungan yang besar tetapi juga memperhatikan aspek kesehatan bagi masyarakat
yang mengkonsumsinyayaitu dengan menggunakan zat aditf yang tidak membahayakan
bagi kesehatan.
Bagi Dinas kesehatan c/q Pengawasan makanan dan minuman
hendaknya sebelum mengeluarkan nomor registrasi mengetahui kandungan zat yang
ada didalamnya terutama yang membahayakan kesehatan.
Bagi instansi terkait hendaknya memberikan informasi kepada
khalayak luas tentang bahan kimia atau zat tambahan yang boleh dan tidak boleh
digunakan dalam makanan dan minuman yang mengganggu kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Budiyanto,
MAK. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Gizi; malang UMM press
Dwijopeputro,
D. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta; Djambatan
Fareliaz,
Srikandi. Mikrobiologi Pangan, jakarta; Gramedia pustaka
Winarno,
F.G.I. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan konsumsi. Jakarta; Gramedia
Pustaka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar