PROSES PENGOLAHAN LIMBAH GAS, LOGAM
DAN ASAM
Disusun untuk Memenuhi Tugas
Terstruktur Matakuliah Sanitasi dan Pengolahan Limbah
Oleh
Yan Abdi Nugroho ( 105100504111003
)
PROGRAM
STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
JURUSAN
TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS
TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS
BRAWIJAYA
MALANG
2012
Judul Jurnal :
Prospek Penggunaan Teknologi Bersih untuk Pembangkit
Listrik dengan Bahan Bakar Batubara di Indonesia.
Penggunaan bahan bakar fosil, seperti batubara untuk
pembangkit listrik akan dapat meningkatkan emisi partikel, SO2, NOx, dan CO2.
Adanya peraturan pemerintah tentang standar emisi untuk pembangkit listrik di
Indonesia, mendorong upaya untuk selalu mengurangi emisi tersebut.
Batubara berbentuk padat sehingga sulit dalam penanganannya
biasanya mengandung unsur lain seperti
sulfur dan nitrogen yang bisa menimbulkan emisi polutan dan juga mengandung
banyak unsur karbon yang secara alamiah bila dibakar akan menghasilkan gas CO2.
Sehingga untuk mengatasi kendala tersebut, teknologi bersih merupakan
alternatif yang dapat diterapkan. Teknologi ini dapat dikelompokkan menjadi dua
macam kategori yaitu yang pertama diterapkan pada tahapan setelah pembakaran
dan yang kedua diterapkan sebelum pembakaran.
A. Penerapan Teknologi Bersih Setelah Proses Pembakaran
Batubara
yang dibakar di boiler akan menghasilkan tenaga listrik serta menghasilkan emisi
seperti partikel, SO2, NOx, dan CO2. Emisi tersebut dapat dikurangi dengan
menggunakan teknologi seperti denitrifikasi, desulfurisasi, electrostratic
precipitator (penyaring debu), dan separator CO2. Kecuali teknologi separator
CO2 yang masih dalam tahap penelitian, teknologi lainnya merupakan teknologi
konvensional yang saat ini sudah banyak diterapkan.
1. Teknologi Denitrifikasi
Teknologi
ini digunakan untuk mengurangi emisi NOx. Penerapannya dapat berupa perbaikan
sistem boiler atau dengan memasang peralatan denitrifikasi pada saluran gas buang.
Boiler dapat
dimodifikasi sehingga menjadi :
1. boiler dengan metoda
pembakaran dua tingkat,
2. boiler menggunakan
alat pembakaran dengan NOx rendah,
3. boiler dengan
sirkulasi gas buang, dan
4. boiler yang
menggunakan alat denitrifikasi di dalam ruang bakar.
Denitrifikasi dilakukan
dengan menginjeksi amonia ke dalam peralatan denitrifikasi. Gas NOx di dalam
gas buang akan bereaksi dengan amonia (dengan bantuan katalis) sehingga emisi
NOx akan berkurang. Peralatan denitrifikasi sering disebut selective catalytic
reduction (SCR). Dengan peralatan ini, NOx dalam gas buang dapat dikurangi
sebesar 80-90 %. Berikut gambar tahapan setelah pembakaran :
1. Teknologi Dedusting
Teknologi
dedusting digunakan untuk mengurangi partikel yang berupa debu. Peralatan ini
dipasang setelah peralatan denitrifikasi. Salah satu jenis peralatan ini adalah
electrostatic precipitator (ESP). ESP berupa elektroda yang ditempatkan pada
aliran gas buang. Elektroda diberi tegangan antara 40-60 kV DC sehingga dalam
elektroda akan timbul medan magnet. Partikel debu dalam gas buang yang melewati
medan magnet akan terionisasi dan akan berinteraksi dengan elektrode yang
mengakibatkan debu akan terkumpul pada lempeng pengumpul. Lempeng pengumpul
digetarkan untuk membuang debu yang sudah terkumpul. Efisiensi ESP untuk menghilangkan
debu sangat besar yaitu mencapai 99,9 %.
2.
Teknologi
Desulfurisasi
Teknologi ini
digunakan untuk mengurangi emisi SO2. Nama yang umum untuk peralatan
desulfurisasi adalah flue gas desulfurization (FGD). Ada dua tipe FGD yaitu FGD
basah dan FGD kering. Pada FGD basah, campuran air dan gamping disemprotkan
dalam gas buang. Cara ini dapat mengurangi emisi SO2 sampai 70-95 %. Hasil
samping adalah gypsum dalam bentuk cairan. FGD kering menggunakan campuran air dan
batu kapur atau gamping yang diinjeksikan ke dalam ruang bakar. Cara ini dapat
mengurangi emisi SO2 sampai 70-97 %. FGD kering menghasilkan produk sampingan
gypsum yang bercampur dengan limbah lainnya.
3.
Teknologi CO2 Removal
Beberapa negara
maju seperti Jepang telah melakukan riset untuk memisahkan gas CO2 dari gas
buang dengan menggunakan cara seperti pada pengurangan emisi SO2 dan NOx.
Pemisahan ini mengggunakan bahan kimia amino dan memerlukan energi sebesar
seperempat dari energi listrik yang dihasilkan. Cara ini belum efisien dan masih
perlu disempurnakan. Gas CO2 yang telah dipisahkan dapat digunakan sebagai
bahan baku untuk industri atau dibuang ke dalam laut atau ke bekas tempat
penambangan.
B.
Penerapan
Teknologi Bersih Sebelum Proses Pembakaran
Pengurangan emisi pada tahapan setelah pembakaran
batubara banyak memerlukan energi listrik sehingga kurang efisien dalam
penggunaan energi. Cara yang lebih efisien adalah bila pengurangan emisi
dilakukan pada tahap sebelum pembakaran dan sering disebut teknologi batubara bersih.
Teknologi batubara bersih yang dibahas dalam makalah ini diantaranya adalah
teknologi fluidized bed combustion (FBC), gasifikasi batubara dan magneto
hydrodynamic (MHD).
1. Teknologi FBC
Ada dua macam teknologi
FBC yaitu atmospheric fuidized bed combustion (AFBC) dan pressurized fuidized
bed combustion (PFBC). Teknologi PFBC lebih cepat berkembang dari pada AFBC
karena mempunyai efisiensi yang lebih tinggi.
Pada
proses PFBC, batubara sebelum dimasukkan ke dalam boiler dihaluskan hingga ukuran
6-20 mm. Batubara dimasukkan dengan cara diinjeksikan melalui lubang yang
berada sedikit di atas distributor udara. Bersamaan dengan batubara
diinjeksikan juga batu kapur yang sudah dihaluskan sehingga terjadi proses
desulfurisasi. Pembakaran dalam boiler berlangsung pada suhu yang relatif
rendah yaitu sekitar 800°C. Suhu yang relatif rendah ini akan mengurangi emisi
NOx yang dihasilkan. Dengan menggunaan teknologi PFBC, emisi SO2 dapat
dikurangi 90-95 % sedangkan emisi NOx dapat dikurangi 70-80 %.
2. Teknologi Gasifikasi Batubara
Teknologi ini
merupakan inovasi terbaru dalam memperbaiki metoda pembakaran batubara. Batubara
diubah bentuk dari padat menjadi gas. Perubahan bentuk ini meningkatkan
efisiensi, yaitu dengan memperlakuan gas hasil gasifikasi seperti penggunaan
gas alam. Gas tersebut bisa dimanfaatkan untuk menggerakkan turbin gas. Gas buang
dari turbin gas yang masih mempunyai suhu yang cukup tinggi dimanfaatkan untuk menggerakkan
turbin uap dengan menggunakan HRSG. Siklus kombinasi ini sering dinamakan IGCC
(Integrated Gasification Combined Cycle) Teknologi IGCC masih dalam tahap pengembangan
dan diperkirakan dalam 2-5 tahun mendatang dapat beroperasi secara komersial. Efisiensi
IGCC dapat mencapai 43-47 %. Emisi SO2 dan NOx dapat dikurangi masing-masing sekitar
95-99 % dan 40-95 %.
3. Teknologi MHD
Pengurangan
emisi SO2 dalam MHD terjadi secara alami. Potassium sebagai fluida kerja akan
bereaksi dengan belerang dari batubara dan membentuk potassium sulfate yang
terkondensasi. Fluida ini kemudian dipisahkan dari belerang dan diinjeksikan
ulang ke dalam ruang bakar. Pengurangan emisi NOx dilakukan dengan metode pembakaran
dua tahap. Tahap pertama dilakukan pada ruang bakar dan tahap kedua dilakukan
di HRSG. Emisi partikel dapat dikurangi dengan menggunakan peralatan
konvensional ESP. Sedangkan emisi CO2 akan berkurang karena meningkatnya total
efisiensi.
Judul
jurnal :
Pengolahan Limbah Logam Berat Chromium (Vi) Dengan
Fotokatalis Tio2
Hasil
karakterisasi menunjukkan bahwa semua katalis yang dipreparasi mempunyai
struktur kristal anatase. Penambahan dopan tembaga 1% tidak mempengaruhi terhadap
struktur kristal tersebut, akan tetapi dapat menurunkan luas permukaan katalis
dan memperkecil ukuran agregat katalis. Katalis TiO2 murni yang dipreparasi
dari bahan awal TiCl4 memiliki aktivitas tertinggi dalam mereduksi limbah
Cr(VI) menjadi Cr(III), dengan konversi sekitar 80%. Hal ini disebabkan oleh
tingginya luas permukaan dan Kristal anatase yang terbentuk. Penambahan dopan
Cu sebesar 1 % pada katalis TiO2 yang dipreparasi dari TiCl4 diperkirakan
berlebih sehingga dapat mengakibatkan tertutupnya sebagian permukaan TiO2 yang
merupakan tempat terjadinya reaksi reduksi Cr(VI). Akibatnya aktivitas
fotoreduksi Cr(VI) menurun. Penambahan EDTA sebagai hole scavenger dapat
meningkatkan aktivitas fotokatalisis dalam mereduksi Cr(VI) sekitar 10%. Laju
reduksi Cr(VI) lebih cepat terjadi pada pH rendah dan pada konsentrasi awal
Cr(VI) yang rendah. Penambahan karbon aktif sebagai adsorben dapat meningkatkan
aktivitas fotokatalisis sekitar 5%. Fotoreduksi limbah Cr(VI) yang dilakukan
dengan katalis film dalam reaktor sirkulasi belum menunjukkan hasil yang
signifikan. Oleh karena itu perlu dikembangkan lagi sistem reaktor yang lebih
efektif untuk katalis bentuk film.
Judul
Jurnal :
Studi
Pengolahan Limbah Organik Secara Elektrokimia
Proses
pengolahan limbah organik secara elektrokimia mempunyai beberapa keuntungan
dibandingkan secara insenerasi, yaitu temperatur operasi rendah, tidak ada gas
buangan yang beracun, dan tidak menimbulkan limbah sekunder. Proses ini dapat
digunakan sebagai alternatif proses untuk pengolahan limbah organik.
Jika
asam nitrat direduksi pada katode dan tidak mengalami oksidasi kembali maka
proses perlu tenaga listrik untuk mendorong reaksi gel. Penambahan sejumlah
sarna asam nitrat diperlukan untuk oksidasi limbah organik secara langsung.
Gambar 1. Diagram proses pengolahan limbah organik
secara elektrokimia
Proses
elektrokimia ditunjukkan pada Gambar 1. Katolit disirkulasikan dari ruang
katode gel elektrokimia, dimana reduksi menjadi asam nitrit terjadi. Aliran
molar katolit ke gel ditentukan oleh karakteristik gel dan diperlukan asam kuat
dari elektrolit, agak lebih daripada mole per sekon asam nitrat yang sedang
direduksi pada katode. Jadi aliran asam ke sistem regenerasi hanya perlu 1 -10
% aliran gel. Aliran ini diumpankan ke puncak packed column dan asam nitrat
mengalami refluks. Asam nitrit yang terkandung dalam katolit dipanaskan sampai
suhu refluks, asam nitrit terurai menjadi asam nitrat dan NOx, dimana NOx
diserap ke dalam kondensat refluks. Udara diumpankan ke dasar kolom menjadi
kolom untuk oksidasi NO menjadi NO2 yang kemudian diadsorpsi.
Pada
umumnya regenerasi asam nitrat terjadi dalam packed column, dan refluks asam
nitrat bekas asam nitrit sebelum dikembalikan ke sirkuit katolit. Sejumlah
kecil NOx tak dapat dihindari meninggalkan kolom dan diadsorpsi, sepanjang NOx
timbul dari tempat lain dalam sistem katolit, dalam kolom penyerap yang
diumpankan dengan katolit yang diregenerasi. Penggunaan asam kuat (5 M atau
lebih) dalam penyerap menguntungkan karena NO yang dikandung dalam NOx
dioksidasi menjadi asam nitrit, menurut reaksi sebagai berikut :
2NO + HNO3 + H2O -----------> 3 HNO2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar