Minggu, 10 Juni 2012

Tugas Sanitasi dan Pengolahan Limbah

PROSES PENGOLAHAN LIMBAH GAS, LOGAM DAN ASAM


Disusun untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Matakuliah Sanitasi dan Pengolahan Limbah
Oleh
Yan Abdi Nugroho ( 105100504111003 )
 



PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2012



Judul Jurnal :
Prospek Penggunaan Teknologi Bersih untuk Pembangkit Listrik dengan Bahan Bakar Batubara di Indonesia.
Penggunaan bahan bakar fosil, seperti batubara untuk pembangkit listrik akan dapat meningkatkan emisi partikel, SO2, NOx, dan CO2. Adanya peraturan pemerintah tentang standar emisi untuk pembangkit listrik di Indonesia, mendorong upaya untuk selalu mengurangi emisi tersebut.

      Batubara berbentuk padat sehingga sulit dalam penanganannya biasanya  mengandung unsur lain seperti sulfur dan nitrogen yang bisa menimbulkan emisi polutan dan juga mengandung banyak unsur karbon yang secara alamiah bila dibakar akan menghasilkan gas CO2. Sehingga untuk mengatasi kendala tersebut, teknologi bersih merupakan alternatif yang dapat diterapkan. Teknologi ini dapat dikelompokkan menjadi dua macam kategori yaitu yang pertama diterapkan pada tahapan setelah pembakaran dan yang kedua diterapkan sebelum pembakaran. 
A.    Penerapan Teknologi Bersih Setelah Proses Pembakaran

Batubara yang dibakar di boiler akan menghasilkan tenaga listrik serta menghasilkan emisi seperti partikel, SO2, NOx, dan CO2. Emisi tersebut dapat dikurangi dengan menggunakan teknologi seperti denitrifikasi, desulfurisasi, electrostratic precipitator (penyaring debu), dan separator CO2. Kecuali teknologi separator CO2 yang masih dalam tahap penelitian, teknologi lainnya merupakan teknologi konvensional yang saat ini sudah banyak diterapkan.
1.      Teknologi Denitrifikasi
Teknologi ini digunakan untuk mengurangi emisi NOx. Penerapannya dapat berupa perbaikan sistem boiler atau dengan memasang peralatan denitrifikasi pada saluran gas buang.
Boiler dapat dimodifikasi sehingga menjadi :
1. boiler dengan metoda pembakaran dua tingkat,
2. boiler menggunakan alat pembakaran dengan NOx rendah,
3. boiler dengan sirkulasi gas buang, dan
4. boiler yang menggunakan alat denitrifikasi di dalam ruang bakar.
Denitrifikasi dilakukan dengan menginjeksi amonia ke dalam peralatan denitrifikasi. Gas NOx di dalam gas buang akan bereaksi dengan amonia (dengan bantuan katalis) sehingga emisi NOx akan berkurang. Peralatan denitrifikasi sering disebut selective catalytic reduction (SCR). Dengan peralatan ini, NOx dalam gas buang dapat dikurangi sebesar 80-90 %. Berikut gambar tahapan setelah pembakaran :
 

 
1.      Teknologi Dedusting
Teknologi dedusting digunakan untuk mengurangi partikel yang berupa debu. Peralatan ini dipasang setelah peralatan denitrifikasi. Salah satu jenis peralatan ini adalah electrostatic precipitator (ESP). ESP berupa elektroda yang ditempatkan pada aliran gas buang. Elektroda diberi tegangan antara 40-60 kV DC sehingga dalam elektroda akan timbul medan magnet. Partikel debu dalam gas buang yang melewati medan magnet akan terionisasi dan akan berinteraksi dengan elektrode yang mengakibatkan debu akan terkumpul pada lempeng pengumpul. Lempeng pengumpul digetarkan untuk membuang debu yang sudah terkumpul. Efisiensi ESP untuk menghilangkan debu sangat besar yaitu mencapai 99,9 %.
2.      Teknologi Desulfurisasi
Teknologi ini digunakan untuk mengurangi emisi SO2. Nama yang umum untuk peralatan desulfurisasi adalah flue gas desulfurization (FGD). Ada dua tipe FGD yaitu FGD basah dan FGD kering. Pada FGD basah, campuran air dan gamping disemprotkan dalam gas buang. Cara ini dapat mengurangi emisi SO2 sampai 70-95 %. Hasil samping adalah gypsum dalam bentuk cairan. FGD kering menggunakan campuran air dan batu kapur atau gamping yang diinjeksikan ke dalam ruang bakar. Cara ini dapat mengurangi emisi SO2 sampai 70-97 %. FGD kering menghasilkan produk sampingan gypsum yang bercampur dengan limbah lainnya.
3.      Teknologi CO2 Removal
Beberapa negara maju seperti Jepang telah melakukan riset untuk memisahkan gas CO2 dari gas buang dengan menggunakan cara seperti pada pengurangan emisi SO2 dan NOx. Pemisahan ini mengggunakan bahan kimia amino dan memerlukan energi sebesar seperempat dari energi listrik yang dihasilkan. Cara ini belum efisien dan masih perlu disempurnakan. Gas CO2 yang telah dipisahkan dapat digunakan sebagai bahan baku untuk industri atau dibuang ke dalam laut atau ke bekas tempat penambangan.
B.    Penerapan Teknologi Bersih Sebelum Proses Pembakaran
Pengurangan emisi pada tahapan setelah pembakaran batubara banyak memerlukan energi listrik sehingga kurang efisien dalam penggunaan energi. Cara yang lebih efisien adalah bila pengurangan emisi dilakukan pada tahap sebelum pembakaran dan sering disebut teknologi batubara bersih. Teknologi batubara bersih yang dibahas dalam makalah ini diantaranya adalah teknologi fluidized bed combustion (FBC), gasifikasi batubara dan magneto hydrodynamic (MHD).
1.      Teknologi FBC
Ada dua macam teknologi FBC yaitu atmospheric fuidized bed combustion (AFBC) dan pressurized fuidized bed combustion (PFBC). Teknologi PFBC lebih cepat berkembang dari pada AFBC karena mempunyai efisiensi yang lebih tinggi.
Pada proses PFBC, batubara sebelum dimasukkan ke dalam boiler dihaluskan hingga ukuran 6-20 mm. Batubara dimasukkan dengan cara diinjeksikan melalui lubang yang berada sedikit di atas distributor udara. Bersamaan dengan batubara diinjeksikan juga batu kapur yang sudah dihaluskan sehingga terjadi proses desulfurisasi. Pembakaran dalam boiler berlangsung pada suhu yang relatif rendah yaitu sekitar 800°C. Suhu yang relatif rendah ini akan mengurangi emisi NOx yang dihasilkan. Dengan menggunaan teknologi PFBC, emisi SO2 dapat dikurangi 90-95 % sedangkan emisi NOx dapat dikurangi 70-80 %.
2.      Teknologi Gasifikasi Batubara
Teknologi ini merupakan inovasi terbaru dalam memperbaiki metoda pembakaran batubara. Batubara diubah bentuk dari padat menjadi gas. Perubahan bentuk ini meningkatkan efisiensi, yaitu dengan memperlakuan gas hasil gasifikasi seperti penggunaan gas alam. Gas tersebut bisa dimanfaatkan untuk menggerakkan turbin gas. Gas buang dari turbin gas yang masih mempunyai suhu yang cukup tinggi dimanfaatkan untuk menggerakkan turbin uap dengan menggunakan HRSG. Siklus kombinasi ini sering dinamakan IGCC (Integrated Gasification Combined Cycle) Teknologi IGCC masih dalam tahap pengembangan dan diperkirakan dalam 2-5 tahun mendatang dapat beroperasi secara komersial. Efisiensi IGCC dapat mencapai 43-47 %. Emisi SO2 dan NOx dapat dikurangi masing-masing sekitar 95-99 % dan 40-95 %.
3.      Teknologi MHD
Pengurangan emisi SO2 dalam MHD terjadi secara alami. Potassium sebagai fluida kerja akan bereaksi dengan belerang dari batubara dan membentuk potassium sulfate yang terkondensasi. Fluida ini kemudian dipisahkan dari belerang dan diinjeksikan ulang ke dalam ruang bakar. Pengurangan emisi NOx dilakukan dengan metode pembakaran dua tahap. Tahap pertama dilakukan pada ruang bakar dan tahap kedua dilakukan di HRSG. Emisi partikel dapat dikurangi dengan menggunakan peralatan konvensional ESP. Sedangkan emisi CO2 akan berkurang karena meningkatnya total efisiensi.


Judul jurnal :
Pengolahan Limbah Logam Berat Chromium (Vi) Dengan Fotokatalis Tio2
Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa semua katalis yang dipreparasi mempunyai struktur kristal anatase. Penambahan dopan tembaga 1% tidak mempengaruhi terhadap struktur kristal tersebut, akan tetapi dapat menurunkan luas permukaan katalis dan memperkecil ukuran agregat katalis. Katalis TiO2 murni yang dipreparasi dari bahan awal TiCl4 memiliki aktivitas tertinggi dalam mereduksi limbah Cr(VI) menjadi Cr(III), dengan konversi sekitar 80%. Hal ini disebabkan oleh tingginya luas permukaan dan Kristal anatase yang terbentuk. Penambahan dopan Cu sebesar 1 % pada katalis TiO2 yang dipreparasi dari TiCl4 diperkirakan berlebih sehingga dapat mengakibatkan tertutupnya sebagian permukaan TiO2 yang merupakan tempat terjadinya reaksi reduksi Cr(VI). Akibatnya aktivitas fotoreduksi Cr(VI) menurun. Penambahan EDTA sebagai hole scavenger dapat meningkatkan aktivitas fotokatalisis dalam mereduksi Cr(VI) sekitar 10%. Laju reduksi Cr(VI) lebih cepat terjadi pada pH rendah dan pada konsentrasi awal Cr(VI) yang rendah. Penambahan karbon aktif sebagai adsorben dapat meningkatkan aktivitas fotokatalisis sekitar 5%. Fotoreduksi limbah Cr(VI) yang dilakukan dengan katalis film dalam reaktor sirkulasi belum menunjukkan hasil yang signifikan. Oleh karena itu perlu dikembangkan lagi sistem reaktor yang lebih efektif untuk katalis bentuk film.


Judul Jurnal :
Studi Pengolahan Limbah Organik Secara Elektrokimia
Proses pengolahan limbah organik secara elektrokimia mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan secara insenerasi, yaitu temperatur operasi rendah, tidak ada gas buangan yang beracun, dan tidak menimbulkan limbah sekunder. Proses ini dapat digunakan sebagai alternatif proses untuk pengolahan limbah organik.
Jika asam nitrat direduksi pada katode dan tidak mengalami oksidasi kembali maka proses perlu tenaga listrik untuk mendorong reaksi gel. Penambahan sejumlah sarna asam nitrat diperlukan untuk oksidasi limbah organik secara langsung.


                      Gambar 1. Diagram proses pengolahan limbah organik secara elektrokimia

Proses elektrokimia ditunjukkan pada Gambar 1. Katolit disirkulasikan dari ruang katode gel elektrokimia, dimana reduksi menjadi asam nitrit terjadi. Aliran molar katolit ke gel ditentukan oleh karakteristik gel dan diperlukan asam kuat dari elektrolit, agak lebih daripada mole per sekon asam nitrat yang sedang direduksi pada katode. Jadi aliran asam ke sistem regenerasi hanya perlu 1 -10 % aliran gel. Aliran ini diumpankan ke puncak packed column dan asam nitrat mengalami refluks. Asam nitrit yang terkandung dalam katolit dipanaskan sampai suhu refluks, asam nitrit terurai menjadi asam nitrat dan NOx, dimana NOx diserap ke dalam kondensat refluks. Udara diumpankan ke dasar kolom menjadi kolom untuk oksidasi NO menjadi NO2 yang kemudian diadsorpsi.
Pada umumnya regenerasi asam nitrat terjadi dalam packed column, dan refluks asam nitrat bekas asam nitrit sebelum dikembalikan ke sirkuit katolit. Sejumlah kecil NOx tak dapat dihindari meninggalkan kolom dan diadsorpsi, sepanjang NOx timbul dari tempat lain dalam sistem katolit, dalam kolom penyerap yang diumpankan dengan katolit yang diregenerasi. Penggunaan asam kuat (5 M atau lebih) dalam penyerap menguntungkan karena NO yang dikandung dalam NOx dioksidasi menjadi asam nitrit, menurut reaksi sebagai berikut :
2NO + HNO3 + H2O  ----------->   3 HNO2



Tidak ada komentar:

Posting Komentar